secangkir teh tarik

…ya untuk diminum, apa lagi. mau?

Japan Trip: Desa Ninja & Bolak-balik Naik JR di Osaka

Leave a comment

Kata orang, jalan-jalan itu nyandu. Baruuuu aja kelar liburan, “habis ini kita jalan kemana lagi nih?” adalah pertanyaan berikutnya.

Tahun ini saya set untuk menjajal negara impian Jepang secara independen bersama @vyisipie. Semacam ingin mengkonfirmasi (sekaligus teriming-iming) buku panduan “2,5 Juta Keliling Jepang” oleh @ClaudiaKaunang. Bulan Agustus tahun lalu, ketika AA promo rute baru Jakarta – Osaka (via KL), we grabbed it fast (yang sebenarnya ngga perlu segitunya karena beberapa bulan kemudian AA kembali promo hal yang sama). Tiket balik ngga dapat yang promo karena kami pulang lewat Haneda, Tokyo.

***

“Mana backpack aku?” tanya @vyisipie, my buddy travel.

Seperti antiklimaks saat kami menyadari di atas conveyor belt terlihat tanda bahwa semua bagasi sudah unloaded.

ekspresi landing langsung poto-poto ——————–> ngga nemu bagasi

Kami penumpang terakhir yang menyelesaikan urusan imigrasi karena lebih fokes poto-poto. Proses pelaporan kehilangan berjalan seret dikarenakan bahasa Inggris kami dan petugas ANA sama-sama so-so. Tapi petugasnya semangat melayaninya sempurna loh, ngga keliatan kesel walopun hampir tengah malam menerima pengaduan dua penumpang rewel yang sulit menangkap bahasa Inggris dengan logat Kansai.

Ini pengalaman pertama menginap di bandara yang ternyata amat nyaman. Bandara Kansai Int’l terbiasa mengakomodasi orang-orang yang ingin menginap. Fasilitasnya lengkap dan bersih, ada locker, shower room berbayar, serta bisa pinjam selimut gratis di Information Centre. Dan sangat gampang menemukan fasum tersebut karena petunjuk arah jelas. Ini penting bagi saya yang sebelum nanya orang, selalu baca petunjuk dulu.

Saya mulanya kebingungan nyari tempat sholat yang nyaman. Walopun bandara udah sepi, ini saat-saat petugas kebersihan beroperasi. Takutnya pas mereka lagi beberes terus ngeliat sesosok kecil kerudungan lagi nungging di bawah tangga, bisa heboh satu bandara. Alhamdulillah ada nursery room di dekat toilet yang bisa dimanfaatkan untuk sholat dengan tenang.

Besoknya kami bangun cukup pagi untuk sarapan dan memulai petualangan. Pertengahan bulan Mei seharusnya sudah musim peralihan dari semi ke panas. Namun di Osaka saat kami keluar dari bandara pagi itu hawa cukup bikin menggigil anak tropis berbadan tipis seperti saya ini.

Itinerary pertama yaitu Museum Ninja di Prefecture Mie, berada di luar kota Osaka. Kami menuju ke stasiun kereta dan menemukan dua kantor penjualan tiket JR West Line (warna biru) dan Nankai (warna merah). Saya yang sebelumnya sudah cari info (harus kemana-naik apa-turun dimana) begitu berhadapan dengan kenyataan di lapangan jadi lumayan bingung, biru atau merah. Untungnya saya punya travel buddy dengan mental manajerial. Kami memutuskan masuk ke kantor warna biru dan menanyakan cara menuju Igaueno.

Kembali lagi sebagai turis yang kebingungan memutuskan, plin-plan dan bahasa Inggris yang yah-begitulah, kami akhirnya membeli tiket JR 1-day pass Kansai Area (meliputi Osaka, Kyoto, Nara sampai Kobe) seharga JPY2,000 dan tiket 1-way Nara-Igaueno JPY650.

Rute perjalanan sebagai berikut:

– Kansai Airport – Tennoji – Nara – Kamo, di sini kami berganti-ganti jalur kereta menggunakan 1-day pass

– Kamo – Igaueno, menggunakan tiket JR 1-way

– Igaueno – Uenoshi, beli tiket JR Iga Railway 1-way seharga JPY250

Di Tennoji keliling sebentar untuk mencari loker sewaan. Tennoji ini salah satu stasiun utama di Osaka, yang selama kami mondar-mandir berkereta ada sekitar 7 kali kami transfer dari stasiun ini.

Perjalanan dari Bandara sampai ke Uenoshi memakan waktu hampir 3 jam termasuk waktu tunggu kereta yang paling lama 15 menit. Tiba di Stasiun Uenoshi sudah terasa bahwa kota ini adalah rumahnya ninja.

JR Iga Railway. Keretanya ceria beut ya…

Irrashaimase…

Kotanya kecil saja dan udaranya sejuk. Karena kemampuan saya payah dalam membaca peta, sempat muter-muter nyari Museum Ninja. Yang ternyata waktu balik dari sana kita baru tau lokasinya gampang banget dicapai. Keluar dari stasiun trus di sebelah kiri ada tangga ke bawah, ikutin aja jalannya sampe keluar ke jalan. Di seberang jalan udah keliatan pintu masuk Taman Uenoshi. Museum Ninja berada di area tersebut. Kita sampe pas pertunjukan ninja jam 11 akan dimulai. Admission fee museum JPY300, sedangkan show ninja JPY700.

Ketika kami masuk, di dalam tenda dengan tempat duduk semacam amfiteater kecil sudah banyak penonton. Agak sulit menemukan tempat untuk mengambil gambar tanpa terhalang kepala. Pertunjukan menggunakan bahasa Jepang, dan kami bengong dong pas penonton lain pada ketawa-tawa. Pertunjukan mengenai senjata-senjata yang digunakan ninja dan peragaan pemakaiannya.

Yang lucu menurut saya, mereka orang-orang Jepang ini somehow kaya yang digambarkan di manga. Lagi serius-seriusnya menerangkan sesuatu trus tiba-tiba ada yang muncul dari belakang panggung nyeletuk. Walo ngga ngerti ngomongin apaan tapi dari gesture mereka lucu aja gitu.

cantik dan jago main sempritan

dapat salam dari six-packed :p (hasil repro dari poster. wong slama show ninjanya pake baju. cih)

Ninja itu sebenarnya adalah semacam agen rahasia, sehari-hari mereka akan menyamar sebagai pendeta, pengembara, pedagang, pemusik jalanan, pemain akrobat, petani atau prajurit. Untuk menjalankan tugasnya sekaligus bertahan hidup, tidak hanya jago bertarung, mereka harus  menguasai ilmu alam astronomi, fisika dan biologi.

Di dalam Museum Ninja ini ada prototipe rumah ninja yang banyak kamuflase dan jalan darurat seperti pintu putar, tangga tersembunyi, tempat pengintaian dan tempat penyimpanan rahasia. Pokoknya peralatannya menerapkan fisika abis. Keren lah, mengingat semua dibuat dengan sederhana. Semua tentang ninja ada di sini: senjata, peralatan, pakaian, sejarah. Kalo mau cari yang “Jepang banget” harus ke sini deh.

Kelar mengitari museum, di luar kami bertemu dengan ninja yang tadinya memamerkan trik-trik rumah ninja. @vyisipie berbisik, “aku mau foto dong sama ninja itu”. Kami bergegas menghampiri dan minta si ninja foto bareng. Foto bareng biasanya kan dekat-dekatan tuh. Ehiniya waktu @vyisipie mendekat, si ninja langsung menjauh. Dan supaya ngga kentara (atau supaya kami ngga tersinggung mungkin), ia mengambil pose ala ninja, yaitu menjalin semua jari tangannya kecuali telunjuk di depan dada. Kurang jelas? Mari kita liat perbedaan kedua foto berikut.

you think?

Ehm, mas..mas.. ini tamparan loh bagi kami para wanita yang udah ngejar-ngejar situ.

Mungkin..mungkin si ninja takut kalo keninjaannya luntur kalo bersentuhan dengan lawan jenis yang bukan mahrom *apaaa coba*

Rupanya dia ngga mempan dengan lesung pipi non @vyisipie, secara dia juga punya gitu.

Eh. Udah ya membahas si mas ninja.

Itinerary berikutnya Osaka Castle. Dari Uenoshi, kami mengambil rute pulang sampai Tennoji, dan berganti kereta ke stasiun Osakajokoen. Lokasinya mudah ditemukan karena begitu kami keluar dari stasiun, sebenarnya sudah merupakan area Osaka Castle Park. Namun untuk sampai ke kastil perlu jalan kaki sekitar 15 menit.

Dan saya salah perhitungan, mengira ngga balik lagi ke stasiun Tennoji saya ambil koper dari loker. Selama sisa perjalanan hari itu saya seret koper kemana-mana, ngga tau kalo tiap ganti kereta pasti baliknya ke Tennoji lagi. Tennoji oh Tennoji desu…

Lanjut ya… jadi saya geret-geret koper melewati tanjakan-tanjakan menuju kastil yang lumayan jauh itu. Hari sudah sore, lewat dari jam berkunjung ke dalam kastil (yang difungsikan sebagai museum). Mencuri dengar dari seorang tour-guide berbahasa Indonesia, di dalam ngga ada apa-apanya (maksudnya mungkin peserta ngga tertarik dengan museum dan sejarah Jepang) jadi kami bisa saving JPY600 untuk admission fee. Kami hanya berfoto-foto di area luar dan taman yang banyak burung daranya. Sayang masa bersemi bunga Sakura sudah lewat.

rebuilt Osaka Castle. ada elevator-nya loh.

Ehya…ini seharian jalan dan turun naik kereta ngga ada mampir makan siang cobaaa. Jadi untuk makan malam kami menuju Dotonburi. Selama di Jepang, saya agak kesulitan mengatur disiplin makan. Pilihannya seafood atau telur, dan kalo bisa ngga dijual barengan dengan pork. Malam itu kami makan nasi tuna di Yoshinoya di Dotonburi. Dotonburi itu semacam downtown-nya Osaka yang penuh dengan kedai-kedai kuliner. Sayang banget kami ngga sempat berwisata kuliner. Sebenarnya tujuan ke sana mau menikmati Osaka di malam hari, tapi kami tidak bisa berlama-lama. Sewaktu perjalanan dari Tennoji, dan sempat muterin Osaka Loop Line 1 putaran penuh (jalur kereta yang kami ambil ternyata dilalui oleh dua jurusan. Harusnya naik kereta yang menuju JR-Namba), kami mendapat kabar bahwa bagasi @vyisipie kemarin tertinggal di KL dan akan tiba malam itu dengan pesawat yang sama dengan yang kami tumpangi kemarin. Kami mendesak petugas ANA agar bisa mengambil bagasi malam itu juga. Segera setelah selesai makan, buru-buru kami kembali ke stasiun yang jaraknya sekitar 7 menit berjalan kaki.

Pesawatnya telat 1 jam, tapi urusan bagasi amat sangat lancar. Dan @vyisipie yang selalu optimis backpack-nya kembali akhirnya bisa salin baju. Yaaak..jadi slama kami jalan seharian itu tanpa mandi.

Baru satu hari menginjak Jepang, saya sudah kenyang naik JR (Japan Railway), berpindah kereta dari stasiun dan platform satu ke lainnya. Sampe di penginapan, badan kayak masih goyang-goyang.

Hari pertama dengan klimaks backpack @vyisipie kembali….menyenangkan 🙂

Author: secangkir teh tarik

a loner, wandering mind.

Leave a comment