secangkir teh tarik

…ya untuk diminum, apa lagi. mau?


Leave a comment

Cerita Pulang Kampung

Seperti ingin mengikuti tagline Obama yang menimbulkan simpati, sayapun minggu lalu ikut ber-“pulang kampung nih”. Bagi yang mencurigai adanya acara perjodohan…uhmmm *bersihin tenggorokan*..maap mengecewakan. I wishBut it was not 
 
Pulkam kali ini istimewa. Dalam rangka lebaran haji keluarga besar kakek dari pihak bokap, semua keturunannya diperintahkan untuk pulang. Free of charge. Bebas akomodasi. Saya yang mulanya ga berniat datang karena masih fakir cuti, nekad ngutang saking ngeri kena kutuk keluarga besar yang nyinyir mencibir. Belakangan saya tau, beberapa sepupu yang sudah pesan tempat duluan, malah ga jadi datang karena ga dapat cuti dari kantornya. huuuhhh…tau gituuuu… eh ngga ding. Family comes first. Kalo saya kelak pensiun dari kerjaan apapun, pekerjaan ga akan kehilangan saya. Selalu ada yang bisa menggantikan. Kalo saya kehilangan atensi keluarga karena selama ini kurang bersosialisasi, duh ngga kebayang siapa yang mau jadi wali pernikahan or siapa yang akan mensholatkan jenazah. ya toh? ya toh?
 
 
Hari Pertama
 
Di pagi hari senin yang cerah, saat Jakartans berangkat ngantor, kami terbirit-birit mengejar pesawat pagi jam 06.30 ke Palembang. Yang pegang tiket datang telat. Yang berangkat dari Jakarta ada 30 orang. Maka rombongan kami yang terakhir boarding ke pesawat. Berisik pula. Saya yang single cuma ngurus diri sendiri, cepat-cepat menyelipkan diri ke seat di buntut pesawat. Pura-pura bukan bagian dari rombongan hore ini. Pasang seat belt dan langsung ngences di jendela pesawat. Maap ya uwak-uwak, tante, ayuk-ayuk, kakak-kakak. Ngantuk booo…malam sebelumnya kurang tidur nih.
 
Tiba di Palembang, rombongan diatur keluarga siapa naik mobil yang mana. Acaranya ternyata digarap dengan serius, scara pas kami keluar dari bandara ada dua orang juru foto dan satu orang kameraman yang akan mendokumentasi acara mulai hari ini. Pheeewwww…. *pasang gaya alay depan kamera
 
Sebelum melanjutkan perjalanan ke kampung, kami mampir dulu ke tempat keluarga di Palembang untuk brunch. Hidangannya mie celor Palembang (yang pake santan) dan martabak Pak Har. Enyak..enyaaaakkk.. Setelah mampir ngotorin piring, trus lanjut perjalanan darat.
 
Saya ini sebenarnya jarang mabuk darat. Untuk jalanan trans Sumatera yang tikungannya sering berbelok 180 derajat, ketahanan perut cukup teruji. Dan karenanya, saya pasti akan mengalah untuk duduk di kursi belakang. Hari itu, kami dibantu seorang keponakan yang menyetirkan mobil dengan membabat jalanan. Maka derita adalah: saat sangat membutuhkan tidur, badan babak belur dan kepala kejedot kaca, terbanting-banting secara konstan dalam perjalanan brutal selama 4 jam.
 
Hari pertama tiba ya acaranya cuma makan siang bersama, ngobrol (istilah kampungnya: bejejeh), istirahat, makan malam bersama, ngobrol, istirahat.
 
 
Hari Kedua
 
Rumah kami sudah hidup dengan kesibukan sejak jam 4 pagi karena kami kebagian menjadi host sarapan. Itu juga rasanya telat banget karena jadwal acara mulai jam setengah tujuh. Alhamdulillah semua lancar dan siap pas tamu-tamu berdatangan. Berkat mami sang jenderal dapur kami yang memerintah daerah kekuasaannya dengan tangan besi. Owyeah, beliau tidak akan duduk santai sebelum memastikan semua beres dengan tangannya sendiri. 
 
Sepanjang hari ini acaranya berkunjung ke desa-desa, silaturahmi dengan keluarga, menyerahkan qurban dan ziarah ke makam leluhur. Sore hari rame-rame nyebur ke lubuk (sungai) Nambulan. Saya sih sudah siap dengan pakaian yang sedianya untuk berbasah-basah. Setelah memperhatikan sekitar, selain untuk mandi, lubuknya juga dipakai untuk cuci pakaian dan bersihin daging ayam…eeerrrr ooookaaayyy…*ga jadi berendam.  Yang ngga nyemplung, pesta duren di tepian lubuk.
 
Gila-gilaan mungkin memang ada di darah keluarga. Kami sudah agak lama berada di air, ketika seorang om kami baru bergerak masuk dengan celana dalam sewarna kulit. Eeewww….sungguh banyak rahasia yang dibuka. Fotonyapun segera beredar di BBM group. Thanks God i’m not a BB-user *ngintip-ngintip BB adik
 
 
Hari Ketiga
 
Mengawali pagi dengan sholat Ied di kampung mami, 30 menit perjalanan mobil dari rumah. Kelar sholat, meluncur ke acara peletakan batu pertama aula serba guna Ponpes Abdur Rohman. Potong qurban. Makan-makan. Foto-foto keluarga. Basa-basi. Cape sangaaaaatt….
Ternyataaaaa saya tidak cukup capek untuk melanjutkan acara yang kemudian kami bikin sendiri.
Untuk diketahui, saya ini bukan penyuka kegiatan luar ruangan, ngga suka main kotor-kotor, memuja kemudahan sarana dan tidak tahan derita. Sore itu, dengan jalanan yang begajulan sepanjang 20 kilos, hujan gerimis mengundang dan migren sebelah kanan, kami bergembira berfoto di tambang batu bara. Memanjat buldozer. Membahayakan keselamatan dengan mendekati excavator yang sedang beroperasi. Bergaya di atas truk triton dan stock pile batu bara berwarna pekat. Dengan outfit jeans baru, blues putih juga baru, flat shoes yang ngga banget buat menginjak medan berbatu dan becek. For the sake of saying: “been there..” *muka songong. Well, narciss is in the air, baby….hahaha ngga penting bangeeeeettt….
 
 
Hari Keempat
 
Kami dijadwalkan pulang malam ini. Hari berlalu di atas roda berjalan. Ngga ada waktu istirahat panjang. Besoknya sudah harus masuk kerja huuuffttt…*loyo