secangkir teh tarik

…ya untuk diminum, apa lagi. mau?

Summer Vaca: Pulau Lombok

Leave a comment

Bermula dari semangat (sok) nasionalis dan ga mau kalah: mencuri dengar kakak ipar tour guide kami yang orang Perancis sudah dua kali ke Gili Trawangan, masak saya yang berdomisili di Indonesia malah belum pernah- maka ketika teman-teman eks kantor lama merencanakan liburan, saya pun vote trip ke Lombok.

Setelah 4,75 bulan nyante ga ambil pusing dan 1,25 bulan berikutnya mual-mual (sounds le to the bay? NOT) mengatur akomodasi, 4 orang pekerja kantoran ini – saya, @karina_deha, @vyisipie, dan @whiteladylen – kabur dari rutinitas menuju Bumi Gora.

Ga tau ini cuma saya aja atau memang seperti ini adanya: cari penginapan bersih, lokasi strategis, harga affordable, di bulan Juli, itu sangat sangat sangat menguras emosi.

Apalagi baru mulai mencari di akhir bulan mei heuuuhhh.. Walo penginapan itu fungsinya cuma buat naro badan karena kita kan seharian jalan, saya kekeuh pengen dapat kamar dan kamar mandi bersih. Ini penting bagi orang yang suka rempong ganti baju di kamar mandi kek saya.

Tips: hindari bepergian di musim liburan. jika sudah membeli tiket pesawat 6 bulan sebelumnya, jangan mencari penginapan 1 bulan sebelum keberangkatan. *apaaa? smua juga udah tau?? well…* *cih tips apaan* :p

Di saat low season (September-Oktober atau Februari-Maret) boleh saja mencari on-arrival. Saat high season pun sebenarnya bisa, tapi tentunya tidak leluasa membandingkan.

Penginapan

Setelah mengalami proses sekitar 20 kali: browsing nama hotel, liat fasilitas dan kemudahan akses, baca review di tripadvisor, menghubungi contact person untuk tanya rate dan availability, trus share info ke teman-teman, we ended up with these.

1. Gusung Indah, Gili Air

Hotel dengan manajemen aneh. ga ada web, ga e-mail. Nomor kontak (087864342852/081907323849) kami dapatkan dari seorang reviewer di tripadvisor. Ketika kami hubungipun agak sulit berkomunikasi dengan kontak tersebut, dan mereka tidak menerima booking maupun deposit.

Informasi yang kami terima untuk tanggal yang kami minta tersedia 1 bungalow dengan AC dan open bath room dengan harga 800k per malam termasuk sarapan dan extra bed.

Terletak di ujung utara Gili Air, hotel ini bisa dicapai dari pelabuhan dengan cidomo dalam 10 menit, atau 45 menit dengan kaki di jalan berpasir sambil terseok-seok menggeret koper di bawah terik matahari (kalo mau loh).

Untuk melihat posisi penginapan di Gili Air, bisa lihat di sini. Pilihlah penginapan yang punya akses langsung ke pantai tapi agak menjauh dari pelabuhan. Pemandangan pantainya lebih cantik dan biasanya penginapan menyediakan gazebo di tepi pantai untuk menikmatinya.

Sampai di sana kami ditawari 2 alternatif: bungalow seperti penawaran sebelumnya atau bungalow dengan fan saja. Bungalow dengan harga 800k tersebut bentuknya seperti rumah adat suku sasak dan open bath room-nya digemari oleh para tamu asing.

Kami memutuskan mengambil pilihan kedua yaitu bungalow (tanpa bentuk rumah adat) dengan fan (walau musim panas, pendingin ruangan tidak terlalu diperlukan), close bath room (kami tidak menyukai ide duduk bengong di toilet sambil ditatap oleh jagat raya, terimakasih) dengan harga 400k per malam (bisa untuk 4 orang).

Tentang hotel menurut saya: kamar dan kamar mandi bersih, checked.  Walo jauh dari pelabuhan tapi jarak ke pantai dekat dan di depan penginapan disediakan gazebo dan hammock untuk nyantai-nyantai cantik sambil nunggu sunrise.

Untuk sarapan kami mencoba omellet (yang disajikan dengan toast ukuran separo dan buah tropis potongan), toast (yang disajikan dengan scramble egg dan buah) dan fried banana with honey (di menu didaftarkan di bawah judul pancake. dan yang keluar dari dapur ya pisang goreng). Saat makan siang, kami mencoba nasi goreng dan steak yang tidak kami rekomen karena nasi gorengnya terlalu berminyak dan steaknya keras.

Tip: jangan segan untuk menawar rate kamar (terutama jika pemilik penginapan adalah orang lokal. kalo pemiliknya orang asing, saya kurang tau juga sih *hloh*). Sebelumnya kami diberi rate 500k per malam.

Fyi, air keran di semua penginapan di Gili asin dan lengket. Tanyakan kepada pihak hotel apakah mereka menyediakan air tawar secara gratis. Di beberapa hotel, air tawar dikenakan charge.

2. Batu Bolong Cottage, Senggigi

Hotel ini memiliki dua lokasi cottage (view pantai yang lebih mahal dan view taman) yang dipisahkan jalan raya. Kami mendapat kamar di lokasi dengan view taman. Standar room (untuk 2 orang) dengan AC dan air panas harganya 300k per malam. Malam berikutnya kami pindah ke deluxe room (AC, air panas, extra bed 1 orang) 450k per malam. Harga seharusnya 550k dengan extra bed –> jadi, negolah.

Tentang hotel menurut saya: lokasi strategis dekat dengan keramaian (sebelumnya sudah booking juga di Hotel Bulan Baru yang ternyata akses jalannya gelap dan sepi) dan tempat-tempat tujuan wisata serta pusat kota. Dekat dengan Pura Batu Bolong (yang katanya bagus buat hunting sunset. Ironi, kami tidak sempat ke sana). Kamar dan kamar mandi bersih. Sarapannya lumayan, bisa pilih American bf (toast & eggs) atau Indonesian bf (nasgor). Pantainya ga istimewa, bersih tapi pasirnya hitam.

Transportasi

Dari Pelabuhan Bangsal menuju Gili Air 20 menit perjalanan dengan menggunakan perahu. Tidak seperti destinasi Gili Trawangan yang lebih besar dan rame, public boat menuju Gili Air hanya 2x sehari, yaitu jam 8 pagi dan jam 3 sore. Harga tiket 8k per orang dan harus 20 orang baru berangkat. Alternatif lainnya adalah chartered boat bertarif 155k sekali jalan maksimal 20 orang.

Karena jam kedatangan yang tidak cocok, kami terpaksa mencharter kapal dan berharap ada turis yang mau sharing sewanya. Alih-alih turis, kami mendapatkan sekitar 15 orang penduduk lokal yang nebeng gratis, naik ke kapal yang kami charter dengan muka lempeng. Rupanya ini arti dari pengumuman penjual tiket via pengeras suara “Gili Air one-way”, yang tadinya kami kira panggilan untuk kapten kapal yang sebenarnya berdiri di dekat loket. Dua hari kemudian ketika kami mau kembali ke Pulau Lombok, kami mendapat informasi bahwa ada shuttle boat dengan tarif 25k per orang.

Untuk jalan-jalan ke tiga Gilis kami menggunakan glass bottom boat yang lebih cocok untuk snorkeling, dan dikenakan tarif 400k per kapal. Belakangan kami tanya sewa kapal keliling Gilis 75k per orang, mungkin bukan pake glass bottom. Sedangkan island hopping dari pelabuhan 10k per orang, tapi hanya ada jam-jam tertentu.

Di Gilis, transportasi yang diijinkan hanya cidomo (delman) dan sepeda. Dari pelabuhan menuju penginapan tarifnya 50k, semua kompakan dan ga mau ditawar; dan hanya boleh dinaiki oleh 2 orang penumpang. Kalo keliling satu pulau 150k. Sewa sepeda 15k per jam atau 50k per hari sampai jam 4 sore.

Di Pulau Lombok, kami berkeliling ke tempat-tempat wisata dengan menyewa mobil kijang kapsul 300k per 10 jam, belum termasuk bensin. Selain menyewa selama 2 hari, kami juga minta dijemput di bandara pada saat kedatangan dan diantarkan ke pelabuhan Bangsal dengan tarif 150k sekali jalan.

Pemilik mobil sekaligus sopir kami bernama Pak Wayan yang nomor kontaknya (081805717885) saya dapat dari teman. Pak Wayan ini cukup informatif misalnya memberitahu kapal ke Gili paling akhir jam berapa, sebaiknya menginap di Batu Bolong Cottage dari pada di Hotel Bulan Baru. Atau memperingatkan untuk berhati-hati dengan pedagang acung yang banyak di Pantai Kuta dan Tanjung Aan.

Makanan

Dalam hal kuliner, kami tidak beruntung menemukan makanan enak dengan harga sepadan. Ketika kami jalan ke tempat-tempat wisata di Pulau Lombok, semua tempat makan ditentukan oleh Pak Wayan sesuai dengan arah perjalanan. Di Gili Air kebanyakan makanan yang disajikan adalah western dan, tentu saja, seafood. Kami mencoba pizza dan pasta yang enak di Biba Beach Cafe (224k berempat), dan makan seafood di Hotel Gili Air Restaurant (247k berempat).

Di Senggigi, kami makan malam di Square Restaurant & Lounge (pake taksi hanya 6k dari hotel). Makanannya ga istimewa, tom yam tidak seperti yang saya harapkan. tapi dessert special manggo mereka cukup jadi kompensasi. Plus di lantai 2 tempatnya enak untuk merasakan ambience kota di malam hari.

Menurut informasi seorang teman, ayam Taliwang dan plecing kangkung yang enak di RM. Ayam Taliwang Irama di daerah Cakranegara. Sayangnya kami ga sempat ke sana karena keasyikan berburu mutiara.

Tempat yang dikunjungi dan ngapain di sana

(keterangan detil tentang tempat, yuk dipasang goggle google-nya :D)

1. Gili Air

Termakan oleh hasil browsing di internet, yang katanya tidak terlalu rame dan lautnya lebih bersih, kami memilih Gili Air sebagai tempat menginap. Setiap Rabu malam, yaitu malam kedatangan kami, ada party free of charge. We were tired -in my case, I’m oooold- so, we passed it.

Kami ber-island hopping ke Gili Trawangan dan Gili Meno dengan menggunakan glass bottom boat. Melalui kaca yang dipasang di dasar kapal, kita bisa mengamati curamnya Meno Wall dan penyu melintas di dasar laut.

Karena sudah agak sore, kami tidak bisa terlalu meng-eksplore kedua Gili tersebut. Cuma sempat menyusuri pantai Gili Trawangan 500an meter, mampir ke konservasi penyu. Terus ke Gili Meno untuk foto-foto di danau (yang menurut saya sih, ga cocok disebut danau, lebih mirip tambak garam minus garamnya). Itupun sang kapten kapal udah rese aja minta balik karena takut air laut keburu surut.

Satu hari penuh berikutnya kami jadwalkan untuk mengikuti fun diving, yang jadi tujuan utama @vyisipie sampe rela dipotong gaji karena masih fakir cuti. Beberapa operator diving di Gili Air: Manta Dive, Dream Diver, dan Blue Marlin Dive. Kami memilih operator yang terakhir karena lebih dekat dengan penginapan dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Sebagai newbie, kami mendaftar PADI Discover Scuba Diving seharga IDR530k dan mendapatkan fasilitas: seorang instruktrur PADI keriting berbahasa Indonesia berlogat lucu, briefing (yang isinya kebanyakan jawaban sabar atas pertanyaan bawel kami) dan pengenalan alat (helloo regulator), 20 menit 2 jam praktek di kolam renang, peralatan diving, sewa perahu dan kesempatan diving sampai kedalaman maksimum 12m slama 45 menit. oiya, saya senang karena mereka menyediakan goggle untuk mata minus dan belum ada smog-nya.

Walopun meyakinkan ketika di kolam renang, saya ngga berhasil diving di laut tanpa menyebabkan instruktur kehabisan oksigen lebih cepat. terus-terusan panik karena ga bisa mengeluarkan air asin yang masuk ke google, akhinya saya naik kembali ke kapal daripada @vyisipie dan @karina_deha ga nyelam-nyelam nungguin instrukturnya.

Jadi, saya telah melewatkan pengalaman asik ini *nangis di pojokan sambil meluk tabung oksigen* tapi kalo ditanya mau coba diving lagi, uhmmmm…15 kilos tabung oksigen harus dipanggul sendiri, alas! saya gemukin badan dulu deh 😛 *alesan*

Kalopun ngga diving dan snorkeling atau berkegiatan air lainnya, untuk doing nothing juga SANGAT menyenangkan. Duduk-duduk santai di gazebo, menatap laut biru kehijauan dan langit tanpa asap adalah liburan sesungguhnya di Gili manapun.

2. Air Terjun Sendang Gila dan Tiu Kelep

Terletak di Desa Senaru yang merupakan jalur pendakian menuju Gunung Rinjani. Tiket masuknya IDR 5k per orang dan tarif guide IDR 60k per trip.

Ada dua lokasi air terjun: yang pertama mudah dicapai, tinggal menuruni tangga semen; yang kedua perlu berlintas alam mengikuti jalan setapak, mengarungi sungai dan melompati sarang semut rang-rang.

Bisa ngapain aja di sana: main air! airnya sejuk dan bening banget. katanya bisa bikin muda setahun loh *puk-puk air ke muka* dan foto-foto asik di bawah air terjun or di batu-batu gede.

3. Malimbu

Berada di tikungan jalan yang melebar, sebenarnya Malimbu cuma spot untuk menikmati (dan foto-foto!) sunset dan tiga Gilis.

4. Pusat Gerabah Banyumulek

Di sini kami menghabiskan waktu dengan menyanyikan unchained melody sambil elus-elus gerabah nyobain bikin gerabah. hasilnya: 3 gerabah unyu, 0 belanja di showroom.

5. Pusat Kerajinan Tenun Desa Sukarara

Turis biasanya dibawa ke toko merangkap workshop. Selain belanja, bisa nyobain menenun sebaris dua baris, dan foto dengan pakaian adat (sewanya bisa dapat IDR 10k kalo skalian belanja)

6. Dusun Sade

Terletak di tepi jalan raya Mataram – Praya, Dusun Sade merupakan perkampungan tradisional suku Sasak. Mereka menjaga keaslian dengan menikah sesama suku. Berkeliling kampung hanya membutuhkan waktu sekitar 15 menit berjalan kaki ditemani oleh guide (tip guide IDR30k dan di pintu masuk dusun ada pemungutan sumbangan sukarela). Kita diijinkan memasuki salah satu rumah adat yang unik dan melihat-lihat ke dalamnya. Walopun cuma tanah, tapi lantai rumah benar-benar bersih karena sering dipel dengan kotoran kerbau. Bukti bahwa aritmetika benar berlaku dalam kehidupan sehari-hari, negatif ditambah dengan negatif menghasilkan positif 😀

Ada juga nih rumah dengan 1 ruangan saja khusus untuk pengantin baru. Pintu rumah cuma setinggi pinggang saya, dan jarak rumah tersebut ke tetangga hanya sekitar setengah meter *membayangkan…* *dikeplak*

7.  Pantai Kute dan Tanjung Aan

Uniknya Pantai Kute adalah pasirnya yang seperti butiran merica, dan perpaduan warna cantik dari hijaunya perbukitan, air laut sewarna tosca, langit biru dan pasir merica. Pantainya cocok untuk surfing.

Sejajar dengan garis pantai Pantai Kute, ada Tanjung Aan yang pasirnya sudah beda bentuknya tapi sama cantiknya. Kita bisa menikmati Tanjung Aan dari atas bukit-bukit batu.

Kedua pantai ini masih belum rame oleh turis, belum ada sarana transportasi umum dan belum dikelola resmi oleh pemerintah daerah. Ketika kami ke sana, Pak WaPres Budiono sedang berkunjung untuk membuka event Festival Internasional Pemuda dan Olah Raga Bahari, sehingga jalan menuju ke Tanjung Aan lebih mudah diakses. Sayangnya, masyarakat sekitar belum sadar wisata, kata Pak Wayan the driver. Tidak seperti di Gilis yang sangat aman dimana warga lokal akan menjaga Gili-nya dari kejahatan, di kedua pantai ini banyak pedagang acung yang maksa sambil ngomel-ngomel dan kita harus waspada jaga tas dan barang berharga, cukup mengganggu kenyamanan.

8. Art Shop Sinar Mutiara Siti Hajar

Semula kami dibawa ke pusat mutiara di lingkar selatan karena searah dengan tujuan ke Banyumulek. lihat-lihat beberapa toko, kok tidak semurah yang dikatakan oleh teman. Beberapa bis pariwisata dengan rombongan entah dari mana yang datang kemudian, membuat tawar-menawar jadi kurang nyaman. Kami memutuskan akan belanja mutiara di tempat yang direkomendasikan teman, sepulangnya dari pantai.

Toko mutiara yang dimaksud berada di jalan Cilinaya, Karang Jangkong, sebelah Mataram Mall. Harga mutiara di sini murah-murah. Kalung mutiara air tawar mulai IDR25k, bisa lebih tinggi tergantung warna. Subang mulai IDR 5k, gelang dan bros mulai IDR 15k. Butiran mutiara air laut dihitung per gram, tergantung warna dan kemulusan, mulai IDR 50k. Di showroom harganya bisa IDR 500k per gram. Oiya, orang biasa menyebut mutiara air laut itu adalah mutiara asli. Bukan berarti mutiara budidaya air tawar itu palsu, toh sama-sama dari kerang. Menurut saya, mutiara air tawar itu lucu-lucu bentuknya, jendul sana-sini. Murah lagi *penting*

Total Kerusakan

IDR 2,9 juta-an termasuk tiket pesawat Jakarta-Mataram pp. Tapi tidak termasuk oleh-oleh, belanja mutiara, diving dan pengeluaran pribadi lainnya.

Author: secangkir teh tarik

a loner, wandering mind.

Leave a comment