secangkir teh tarik

…ya untuk diminum, apa lagi. mau?


Leave a comment

Fun Fun Fam: Singapura

Apa saya aneh ya kayanya belum nemu asiknya Singapur deh. Kali ini tujuan utamanya ke Universal Studio. Di sini saya cuma ngerasain Transformer The Ride dan Jurasic Park Rapid Adventure. Naik atraksi yang ekstrim, saya ngeri. Tapi naik yang ngga ada serem-seremnya macam komidi putar malah bikin ngantuk. Apa lah iniiii di USS kok cuma liat-liat doang. Yeaah…theme park is not my thingy hihihi… Di antara keponakan, cuma Ovan yang menikmati semua permainan menegangkan seperti Battlestar Galactica dan Reverenge of Mummy. Di Reverenge of Mummy malahan naik dua kali. Bonyok-nya yang menderita harus nemenin, wong sebenarnya mereka takut ketinggian. Demi anak, ikutan deh jungkir balik.

Selain USS, kami ke Museum Maritim (sayang akuariumnya belum dibuka) dan nonton Song of the Sea.

Besoknya sebelum pulang kami city tour dulu. Keliling Singapur bisa-bisa aja sendiri, tapi pake tour guide oke juga kok. Anggap aja gaul sama orang lokal, bisa ditanyain dan minta ceritain macam-macam. Tour guide kami bernama Annisa, cantik dan komunikatif. Dia cerita tentang turis yang terkagum-kagum dengan kain berwarna warni yang berkibar di setiap balkon apartemen. Mereka pikir itu bendera Singapura, yang kalo diamati sebenarnya adalah jemuran 😀 Annisa juga bercerita sejarah Singapura (“untungnya hewan yang diketemukan di pulau ini adalah singa. Coba kalo monyet…”), trus nunjukin tempat singa terakhir ditangkap (sekarang lokasinya sudah jadi hotel mewah) dan pengaruh Lee Kuan Yew terhadap negara kecil ini.

Di Singapur, nyokap paling menikmati ke China Town. Kalo di USS beliau cuma nunggu seharian di sebuah resto cepat saji, di sini nyokap seru sendiri belanja daster dan baju-baju model cheongsam.


5 Comments

Fun Fun Fam: Pattaya & Bangkok

Liburan lagiii?

Sudahlah pengangguran, jalan-jalan mulu.

Ya abes ini kan bareng keluarga rame-rame. Kalo ngga ikut, ntar bakal terasing dari obrolan paska-liburan. Dan ngga ada foto saya di album liburan keluarga? NAH.

Jadi aja menyabotase dana darurat untuk uang saku deh.

Waktu masih ada bokap, kami liburan bareng pas lebaran. Instead of mudik to kampong, kami ke Ciater dan on the road ke Jawa Tengah mengunjungi besan-besan bokap.

Ketika bokap sudah almarhum, kami ganti liburan keluarga dibarengin libur sekolah sekalian ngerayain ultah nyokap di bulan Juni. Tahun lalu kami sewa cottage di Marina Ancol. Saya sih ngga ikut jalan-jalannya karena harus kerja. Pulang kerja macet-macetan dari Sudirman ke Ancol demi bisa ngumpul malamnya, terus berangkat kerja lagi pagi-pagi.

Tahun ini tujuan ke Pattaya-Bangkok-Singapur. Kami pake jasa travel agent, supaya nyokap nyaman dan yang bawa anak-anak ga terlalu rempong. Musim liburan dan ada great sale, tentu saja akomodasi dan transport lebih mahal. Ngga apa-apa lah kan emang mau nyeneningin anak-anak dan nyokap.

Dengan lima anak laki-laki aktif, kehebohan sudah dimulai ketika kami berkumpul di hotel Amaris sebagai meeting point. Untung rombongan ini tidak menuai kritik dari tamu lain, padahal ribut banget nih anak-anak. Sedangkan emak-emaknya asik makan-makan mulai dari ayam panggang khas Banjar, bingka kentang, sampe pempek. Glek.

Sengaja kami pake nginap dulu di hotel dekat bandara walopun besoknya berangkat dengan pesawat siang, mengantisipasi pesawat delay bagi yang datang dari luar Jakarta dan jalan macet bagi yang dari Jakarta. Berangkat dari hotel pun 2 jam sebelumnya, karena ternyata check-in lamaaaaa sampe yang antri di belakang pindah antrian ke konter sebelah. Ya iya lah lama, kami ber-13 orang dan 15 bagasi. Shuttle bus milik hotel yang mengantar penuh  dengan rombongan kami saja.

kurang satu nih

Ngga bisa deh saya kehilangan momen keriaan ini walo financial planning saya berantakan tersenyum lebar.

Oleh travel agent, kami dipilihkan penerbangan dengan SQ karena ada promo gratis untuk rute BKK – SIN jadi dapatnya lebih murah dari penerbangan full board lainnya. Emang enak ya naik SQ biar cuma di kelas ekonomi. Perjalanan rasanya kurang lama saking keenakan. Space-nya itu lho, penting banget –> orang yang baru balik dari Jepang dengan budget airlines dan menderita pegal parah.

Mengenai bandara, dibandingkan dengan Bandara Svarnabhumi sebenarnya saya lebih suka dengan arsitektur Bandara Soetta, terutama dengan lantai bata oren dan tiangnya. Sayang kurang dijaga kebersihannya. Apalagi toilet yang walopun sudah direnovasi, masih aja nggilani. Harus diakui Bandara Svarnabhumi lebih besar, rapi dan modern.

Kami dijemput oleh tour guide bernama Mrs. (bla..bla..bla ngga tau nama depannya) Tippawan. Biar gampang dilafalkan klien-kliennya, dia minta dipanggil Ayu. Bahasa Indonesianya lancar, tapi berlogat luchu. Kalo kami tertidur di perjalanan, Ayu membangunkan kami dengan “Baphak-baphak ibhu-ibhu banguwn. Tsudah tsampai.”

Tiga orang ponakan terbesar, Lutfi; Aufa; dan Ovan, langsung milih duduk di bagian depan bis dekat dengan Ayu. Terus modusin si tante ngajak ngobrol seperti,

“Tante Ayu, ada yang bilang tante Ayu cantik.”

“Hayooo… tsiapha yhang bilangh? Nanthi thante kasih hadiah.”

Semua tunjuk tangan hihihih…

Waktu ngobrolin Thailand itu negeri-nya transgender, Ayu nyeletuk, “Saya jugha dulu chowok.”

Eeeee…

Satu bis hening.

Anak-anak ternganga kecewa.

Saya diam-diam mengamati adakah bekas-bekasnya.

Dan Ayu pun terbahak.

Huh. Hilanglah pengalaman bertemu langsung dengan transgender.

Sebenarnya Ayu menawarkan kepada kami untuk menonton banci show. Ini tidak termasuk dalam itinerary, sehingga yang mau nonton harus mengeluarkan uang THB700 di luar biaya tur yang telah kami bayar, dan harus booking dulu. Pengen liaaaat…tapi nyampe di Pattaya sudah malam dan cape banget, sedangkan pertunjukannya mulai jam 10 malam. Mana mak suri ngga setuju kami berkeliaran malam-malam. Jam kedatangan kami memang tidak cocok, santai-santai di pantai ngga dapat, sunset juga lewat.

Dengan alasan enakan ngumpul dengan keluarga sendiri, kami ngga mau gabung grup tur dengan orang lain. Itinerary bisa pilih sendiri mau ke tempat yang cocok buat anak-anak. Selain ke kuil-kuil Buddha, kami minta jalan-jalan ke taman bermain. Kayak kurang aja taman bermain di Indonesia ya. Ini sih sebagai kompensasi kalo giliran emak-emaknya belanja anak-anak ngga rewel mhihihi…

Katanya kalo pake jasa travel agent ke Pattaya, Pemerintah Thailand mewajibkan turis mengunjungi Gems Factory dan Honey Bee Farm. Boleh aja mampir sebentar ngga perlu belanja, toh tetap aja ada yang dibeli. Pinter nih pemerintahnya.

ciluk bee

Kami mengunjungi Nongnooch Garden, yaitu sebuah taman botani. Nongnooch itu nama wanita pemilik taman tersebut. Tujuan utamanya menyaksikan pertunjukan budaya seperti tari-tarian, lakon singkat dan demo Thai Boxing (Muay Thai). Padahal selama tinggal 9 tahun di Jogja nonton sendratari Ramayana aja belum pernah. Saya dong nyaris ketiduran nontonnya. zzzz…

Ada juga elephant show, gajahnya main bola, main basket dan macam-macam kepandaian. Ada juga gajah disuruh melukis di atas kaos polos. Keliatannya asal-asalan, jadinya bagus loh. Kaosnya dijual dengan harga THB300-500 tergantung bangus ngga-nya. Mulanya saya pengen coba diangkat belalai gajah dengan membayar THB100. Begitu ngeliat belalainya kayak busikan gitu, geliiii…ngga jadi ah.

Nongnooch Garden

Keliling tamannya sih sebentar aja soalnya ntu taman luas banget. Mau buru-buru ke Mini Siam sebelum kesorean.

Sebelum ke Mini Siam, kami mampir dulu ke Laser Buddha Mountain. Jadi punggung gunung batu dilaser dengan emas murni bergambar Buddha. Emas ini merupakan sumbangan rakyat Thailand sebagai persembahan kepada Raja Phumibol. Ngga ada yang coba-coba nyongkel tu emas? Kata Ayu, ada penjaganya yang akan langsung men-dor si coba-coba itu.

Mini Siam itu kayak TMII. Miniatur bangunan-bangunan penting di Thailand, kebanyakan kuil Buddha. Ada juga miniatur bangunan dan statue terkenal dunia seperti Menara Eiffel, piramid, patung Merlion. Saya cari-cari punya Indonesia, ngga ada lho. Ketemu bangunan kayak komplek Candi Borobudur, begitu dilihat plangnya rupanya Angkor Wat.

Di Bangkok hari pertama, kami main ke Dream World dan museum lilin Madame Tussaud. Dream World ini  mungkin maksudnya Disneyland-nya Thailand. Ada yang bilang, jangan ngarep banyak kek Disneyland. Lebih mirip Dufan kali ya. Saya sendiri ngga main dan menjelajah, soalnya nemenin nyokap yang ngga kuat jalan jauh. Jadi cuma berhenti di bagian depan, yaitu Love Garden (taman bunga dengan bentuk lope lope) buat fotoin nyokap.

Satu-satunya yang saya pengen masuk yaitu Snow Town. Biarpun berada di dalam Dream World, tiket Dream World tidak termasuk masuk ke Snow Town.

Dari Indonesia kami sudah siap bawa baju dingin lengkap dengan sarung tangan, kaus kaki tebal, syal dan topi.  Baju dingin itu kami bawa di tas, baru dipakai di depan pintu masuk. Pengunjung lain cuek aja pake baju biasa secara cuaca di Bangkok panaaas sama kaya Jakarta. Malah heran melihat kami rempong dress-up banget. Sebenarnya tujuan kami ingin terlihat keren difoto dengan pakaian musim dingin menjulurkan lidah. Maklum anak tropis kampring.

Di dalam disediakan jas hujan dan sepatu bot plastik. Tempatnya tidak luas. Di sisi pintu masuk ada macam-macam hewan kutub, iglo, kereta salju dan rumah santa. Sedangkan di sisi pintu keluar, ada track untuk…apa ya namanya…sliding boat kali yak. Jadi, kami naik tangga ke bagian puncak sambil bawa boat. Ngga tinggi sih, tapi lumayan bikin ngos-ngosan. Boatnya ngga ringan ternyata. Sampe di atas, ngatur posisi boatnya dulu terus didorong turun oleh kru. Wuuuuuoooh…seru jugaaa…hohoho…

ejieee…ada yang sampe beli winter cloth lho. demi gaya.

 

yang kayak gini lho, apa sih namanya?

Walaupun bukan salju beneran, dinginnya asliiiiik. Menurut termometer suhunya minus 15° – minus 10°. Satu jam aja sudah ngga kuat, bibir sudah kaku. Sarung tangan amat sangat berguna.

Museum Madame Tussaud di Bangkok letaknya di lantai 6 mal Siam Discovery. Lebih kecil dari yang pernah saya kunjungi di London, namun lebih leluasa foto-foto. Selain itu di dekat beberapa patung lilin disediakan beberapa properti yang bisa dipakai untuk bergaya. Misalnya kostum panggung Madonna lengkap dengan tongkat, atau mantel bulu dan mahkota Ratu Elizabeth II.

madame tussaud museum of bangkok

new daddy!

Hari kedua di Bangkok, kami mengunjungi Bangkok Grand Palace, bermacam-macam kuil Buddha (Emerald Buddha Temple, Reclining Buddha Temple dan Wat Arun) dan Siam Discovery Museum.

Sementara macet menuju Grand Palace, Ayu cerita-cerita tentang negaranya, gosip keluarga kerajaan, gosip pemerintahan, macam-macam lah. Rajanya baik hati dan dicintai rakyat. Pendidikan dibayar oleh kerajaan sampai tingkat SMU. Anak sekolah dapat jatah susu hasil dari peternakan raja. Begitu juga dengan pertanian, raja sering bagi-bagi hasilnya ke rakyat. Seperti halnya negara beradab, di Thailand tidak boleh mengklakson seperti orang gila dan tidak boleh buang sampah sembarangan. Dan itu dipatuhi warganya, otherwise bisa kena denda lumayan gede. Sampe sini rasanya pengen ngomong WHY INDONESIA WHYYYY??? *ah sudah lah*

Malamnya kami, kami dinner di atas Chao Phraya Princess Cruise sambil menyusuri sungai Chao Phraya. Untuk ikut dinner perlu check-in dulu di River City Pier (shopping mall). Kami berpakaian semi-formal (di-brief oleh travel agent di Indonesia ngga boleh pake celana pendek dan sandal) soalnya mau fine-dining. Ternyataaa yaa tamu yang lain pakaiannya casual aja tuh, gaun-gaun pantai atau kaos. Setelah duduk di tempat masing-masing (kami dapat tempat di dek atas yang bisa lihat view-nya langsung), kapal berangkat dan brief tentang keselamatan, para tamu dipersilakan ke buffet bar. Fine dining apaaaa? Salah info nih si travel agent, atau infonya sudah basi. Tamunya sudah pada lapar (kapal berangkat jam 8 malam), ngantrinya jadi agak liar deh. Ngga sampe dorong-dorongan atau chaos kok, maksudnya dari kursi para tamu jalannya cepet-cepetan biar sampe buffet bar duluan. Masakannya internasional, rasanya biasa-biasa aja. Yang dijual tentu saja experience-nya. Kalo mau lebih murah, ada juga kapal yang tur sungai Chao Phraya tanpa dinner.

Saya suka wisata sungai. Chao Phraya di waktu malam sungguh nggak mengecewakan, sepanjang kedua sisi sungai berderet bangunan penting seperti Royal Grand Palace dan Wat Arun dengan warna keemasan.

Kelar makan, acaranya nari-nari. Para tamu joget-joget di belakang ruang kemudi diiringi lagu-lagu nge-beat. Saya sendiri menuju ke haluan kapal untuk hunting scenery. Perjalanan bolak balik memakan waktu 2 jam.

Ngomongin makanan, di Thailand ini saya memuaskan nafsu akan seafood dan tom yam. Kecuali di hotel dan cruise, semua resto yang sudah dibookingkan oleh travel agent makanannya enak-enaaaaak.

Salah satunya adalah resto Royal Dragon yang pernah tercatat di Guinness World Record tahun 1992 sebagai restoran terbesar dengan kapasitas 5.000 kursi. Pondok-pondok makan dan ruang lain dibangun mengelilingi kolam besar. Di atas kolam tersebut berdiri panggung untuk pertunjukan budaya yang menghibur para tamu selama menikmati makanan. Uniknya, pas kami sedang makan ada pertunjukan salah satu staf terbang bolak balik ala flying fox melintasi kolam sambil membawa hotpot berisi tom yam. Hotpot dipegang satu tangan, sedangkan tangan lain merentang kaya sayap. Serasa nonton film silat cina. Oya, di resto ini kami merayakan hari lahir mak suri. Hepi b’day mak.

Yang paling juara makanannya justru di sebuah resto kecil berlabel halal. Saya ngga tau nama resto atau daerahnya. Berada di pemukiman muslim, dari jalan utama harus jalan kaki sedikit ke dalam. Ikan goreng ditaburi potongan cabe dan perasan jeruk nipisnya nyam nyam…asem-asem segar dan kranci ngiler. Eeee nulisnya sampe ngences gini.


3 Comments

Extend ke Singapura

Masih nyambung liburan, sebelum pulang ke Jakarta, kami menginap semalam di Singapur.

Sekali-kalinya kami tiba Singapura, petugas bandara Changi sepertinya sudah melabeli kami sebagai cewek naif…atau ngaco. Gara-garanya kami bertanya bagaimana cara dari bandara ke Geylang 🙂 Jangan-jangan malah disangka “barang baru” yak.

Ceritanya saya ngga pake riset dulu waktu booking hotel di Geylang. Maksudnya kami sih tau itu red district, sengaja pengen nginap situ karena penasaran dengan tulisan @TrinityTraveler. Tapi ngga cari tau moda transportasi apa yang gampang ke sana. Kalo naik MRT, yang terdekat turun dimana. Dan lain sebagainya. Eh lupa pula ambil peta kota. Oiya, ini pertama kali kami ke Singapur lho.

Jadiii begitulah…pertanyaan kami mengundang kerut di kening si petugas.

“Mau apa di Geylang?” lha malah balik nanya dianya.

“Mmmmm…kami menginap di sana, Pak.”

Dengan semangat untuk menyelamatkan dua turis berpenampilan gadis-baik-baik yang baru turun pesawat setelah 7 jam perjalanan udara, si petugas memberikan informasi, “Kalian tau tidak, itu daerah prostitusi.”

Kami berusaha mempertahankan tampang lugu untuk informasi yang sebenarnya kami sudah tau. Lebih baik dianggap lugu kan daripada “nakal”, walopun kami emang nakal sih karena kepoh.

Petugas (P): Nah, kenapa kalian menginap di sana?

Turis Lugu (TL): … (ngga mungkin dong kami bilang karena kami kepoh. Sebenarnya dia tuh yang kepo, pengen tauuuu aja huuu…)

TL: Katanya banyak makanan halal di sana, Pak —> yeaah kami tau ini ngaco banget…dan terdengar salah

P: Siapa bilang??? —> duh, tuuuh kan

P: Kalian lebih baik cari hotel di daerah Kembangan. Di sana banyak makanan halal. Ada masjid juga.

P: Ke Geylang harus naik bus atau taksi.

TL: Nggak bisa naik MRT aja, Pak?

P: Nanti kalian bingung karena harus pindah kereta

Ngga tau deh si petugas ini beranggapan gimana melihat kami, yang sudah dikasi tahu informasi sepenting itu, masih tetap pengen ke Geylang.

Kemudian dia mengantarkan kami ke sebuah counter mmm…kayaknya persewaan mobil. Ketika kami bilang tujuan ke Geylang, encik-encik di counter menyarankan agar naik taksi saja, harganya sama kok. Kalo sama trus kenapa ngga sewa mobil dia, entahlah ya.

Yasud, kami mencari taksi di luar. Untungnya si supir nggak usil nanya-nanya juga.

Sampe di Fragrance Hotel – Crystal dan masuk ke lobby-nya….ealaaah penuh banget dengan ibu-ibu berjilbab. Dari kaos yang dikenakan, rupanya mereka ini rombongan Herbalife dari Malaysia. Iiih si bapak petugas bandara tadi berlebihan deh reaksinya.

Karena belum waktunya check-in, kami menitipkan bagasi. Minta peta ke resepsionis, mau jalan-jalan ceritanya.

Lokasi hotel itu berada di Lorong 18. Pagi menjelang siang itu ngga ada aktifitas, jalanan cenderung sepi gitu. Tak jauh dari hotel, ada mini market yang begitu kami datangi ternyata baru akan buka malam hari.

Daerah itu ternyata ngga bersih-bersih amat dari sampah. Banyak puntung rokok bertebaran, dan ada juga tempat sampah yang isinya tumpah. Aeeehhh…kesenengan kami nemu cacatnya si Singa.

Setelah seminggu berada di Jepang yang hawanya saat itu sejuk cenderung dingin, begitu jalan di Singapur rasanya woadooohh…panasnyooo.

Dan ditengah panas itu, negara kecil yang harusnya gampang dijelajahi ini -apalagi dengan sistim transportasi yang baik- mengecoh kami berkali-kali.

Pertama, ketemu ibu-ibu tua yang penampilan dan sikapnya bikin berprasangka (maap maap sekedar menggambarkan, si ibu ini dekil, mondar-mandir ngga ada jelas, terus ngoprek-ngoprek tempat sampah), yang nawarin -cenderung maksa- nganterin kita cari bis ke Little India. Sudah ketemu bisnya, si ibu ikutan naik mau nganterin kami sampe Little India. Kali ini kami berkeras menolak.

Kedua, diomelin supir bis karena 1) ngga punya uang kecil buat bayar ongkos bis (yaitu SGD1.3 per orang), 2) dianggap ngga berusaha menukar uang kecil, 3) dianggap buang-buang uang karena mau memberikan SGD10 begitu saja sebagai ongkos. zzz….

Ketiga, atas petunjuk seorang paman penjual nasi biryani di Little India, kami pulang ke Geylang via MRT Bugis (naik bis dulu dari Little India) dan turun di MRT Paya Lebar. Yang ternyata jauh sangat kalo jalan kaki ke hotel. Akhirnya kami naik taksi karena sudah capek berjalan dan ngga tau ke arah mana pula.

Belakangan baru tau harusnya kami turun di MRT Aljunied, tempat pertama kali kami naik bis tadi. Dari sana, sekitar 15 menit jalan kaki ke lorong-lorong Geylang. Yang terdekat lorong nomor 20-an ke atas.

Sampai sini kami merasa kok susah bener naik transportasi umum di Singapur. Terus aja banding-bandingin dengan Jepang begini…kalo di Jepang begitu. Padahal sebenarnya karena cranky aja, belum sempat istirahat.

Besoknya kami sudah lancar dong wara-wiri naik MRT ke Bugis Junction, Orchard, Merlion Park, Marina Bay Sands dan Changi.

Tentang hotel hmmm….memang bersih tapiiii. Waktu masuk ke kamar, baunya apek dan lantainya berasa lengket. Selebihnya, acceptable lah.

Geylang itu ternyata beneran ramenya kalo malam doang. Kami baru keluar jam 11 malam ke mini market yang tadi siang tutup. Di pinggir jalan sudah penuh mobil parkir dan pria-pria berkeliaran (kebanyakan bertampang India). Deg-degan juga keluar larut malam gitu. Untungnya kami pergi berdua dan pake baju tertutup untuk menghindari colekan.

Eh ini saya aja yang berasa aneh kali ya. Di sana tiap kami nanya orang cara ke Geylang dengan transport umum (yang ada jalannya pake Lorong sekian-sekian), ngga ada yang ngasi jawaban memuaskan. Bahkan ketika turun dari MRT Paya Lebar dan berjalan ke daerah Geylang East, orang di sono ngga bisa nunjukin jalan ke lorong-lorong Geylang itu.